DEFINISI:
Oliguria didefinisikan sebagai keluaran urin kurang dari 1 mL/kg/jam
pada bayi, kurang dari 0,5 mL/kg/jam pada anak, dan kurang dari 400
mL/hari pada dewasa. Oliguria merupakan salah satu tanda klinik dari
gagal ginjal. Mula timbul oliguria sering akut, sering merupakan tanda
pertama dari kemunduran fungsi ginjal, dan merupakan tantangan
diagnostik dan manajemen bagi dokter. Pada sebagian besar situasi
klinik, oliguria akut bersifat reversibel dan tidak mengakibatkan gagal
ginjal.
PATOFISIOLOGI:
Oliguria dapat diakibatkan oleh 2 proses patofisiologik: mekanisme prerenal, intrinsik renal, dan postrenal.
1. Insufisiensi prerenal bertanggung jawab atas kira-kira 70% kasus
gagal ginjal akut (GGA) di luar rumah sakit dan sampai 60% dari
kasus-kasus GGA di rumah sakit. Insufisiensi prerenal merupakan respons
fungsional dari ginjal normal terhadap hipoperfusi. Fase dini dari
kompensasi ginjal untuk perfusi yang berkurang adalah autoregulasi laju
filtrasi glomerulus, melalui dilatasi arteriol aferen (yang diinduksi
oleh respons miogenik, umpan balik tubuloglomerulus, dan prostaglandin)
dan via konstriksi arteriol eferen (diperantarai oleh angiotensin II).
Fase dini juga mencakup peningkatan reabsorpsi garam dan air (dirangsang
oleh sistem renin-angiotensin-aldosteron dan sistem saraf simpatis).
Oliguria yang cepat memulih setelah perfusi ginjal membaik adalah
skenario yang khas dan lazim. Sebagai contoh, oliguria pada bayi dan
anak paling sering terjadi sekunder setelah dehidrasi dan pulih tanpa
cedera ginjal jika dehidrasi dikoreksi. Akan tetapi, hipoperfusi ginjal
yang berkepanjangan bisa mengakibatkan pergeseran dari kompensasi ke
dekompensasi. Stimulasi simpatis dan sistem renin-angiotensin yang
berlebihan bisa menyebabkan vasokonstriksi renal yang hebat dan cedera
iskemik terhadap ginjal. Interferensi autoregulasi ginjal oleh pemberian
vasokonstriktor (siklosporin atau takrolimus), inhibitor sintesis
prostaglandin (obat anti-inflamasi nonsteroid atau Penghambat
angiotensin-converting enzyme (ACE) bisa mencetuskan GGA oligurik pada
individu dengan perfusi ginjal yang berkurang.
2. Gagal ginjal intrinsik disertai oleh kerusakan struktur ginjal.
Ini meliputi nekrosis tubulus akut (akibat iskemia berkepanjangan,
obat-obat dan toksin), penyakit glomerulus, atau lesi pembuluh darah).
Patofisiologi iskemia, nekrosis tubulus akut telah diketahui dengan
baik. Iskemia mengakibatkan perubahan metabolisme sel tubulus (deplesi
ATP, pelepasan spesies oksigen reaktif) dan kematian sel dengan akibat
deskuamasi sel, pembentukan cast, obstruksi intratubulus, tumpahnya
cairan tubulus, (backleak), dan oliguria. Pada kebanyakan situasi
klinik, oliguria bisa pulih dan diikuti perbaikan dan regenerasi sel
epitel tubulus.
3. Gagal postrenal merupakan akibat dari obstruksi mekanik atau
fungsional terhadap aliran urin. Bentuk oliguria dan insufisiensi ginjal
ini biasanya memberi respons setelah obstruksi dilepas.
4. Gagal ginjal tidak selalu disertai oliguria. gagal ginjal yang
diakibatkan oleh cedera nefrotoksik, nefritis interstisial dan asfiksia
neonatorum sering memiliki jenis nonoligurik, dengan cedera ginjal lebih
sedikit dan memiliki prognosis lebih baik.
PEMERIKSAAN LAB:
Urinalisis
1. Pemeriksaan seksama dari urin segar adalah cara cepat dan murah untuk membedakan gagal ginjal prerenal dari intrinsik renal.
2. Pada gagal prerenal, bisa terlihat beberapa silinder hialin dan
granular dengan sedikit protein, heme, atau sel darah merah. Urin
heme-positif yang tidak disertai eritrosit memberi kesan hemolisis atau
rhabdomiolisis.
3. Pada gagal ginjal intrinsik, hematuria dan proteinuria menonjol.
Silinder granular coklat dan lebar khas dijumpai pada iskemia atau
nekrosis tubulus akut dan sedimen eritrosit khas terlihat pada
glomerulonefritis akut. Urin pada nefritis interstisial akut
memperlihatkan sel darah putih, khususnya eosinofil dan sedimen sel
darah putih.
Indeks urin
1. Pengukuran sekaligus dari natrium, kreatinin, osmolalitas serum
maupun urin bisa membantu membedakan azotemia prerenal atau gagal ginjal
intrinsik. Pada azotemia prerenal, kapasitas reabsorpsi dari sel
tubulus dan daya konsentrasi ginjal masih baik atau bahkan meningkat.
Pada gagal ginjal intrinsik, fungsi-fungsi ini terganggu karena
kerusakan struktural.
2. Pada gagal prerenal, berat jenis urin tinggi (lebih dari 1020),
rasio kreatinin urin: kreatinin plasma tinggi (lebih dari 40), rasio
osmolalitas urin:plasma tinggi (lebih besar daripada 1,5), dan
konsentrasi natrium urin rendah (kurang dari 20 mEq/L).
3. Temuan berlawanan didapatkan pada gagal ginjal intrinsik, di mana
rasio kreatinin urin:plasma kurang dari 20, rasio osmolalitas
urin:plasma kurang dari 1.1, dan konsentrasi natrium urin lebih besar
daripada 40 mEq/L.
4. Ekskresi fraksional natrium (FeNa) adalah persen natrium filtrasi
yang diekskresi. Ini mudah dihitung dengan rumus: %FeNa =
[(U/P)Na]/[(U/P)Cr] x 100, di mana Na dan Cr menyatakan konsentrasi
natrium dan kreatinin masing-masing dalam urin (U) dan plasma (P). %FeNa
khas kurang dari 1% pada azotemia prerenal dan lebih dari 2% pada gagal
ginjal intrinsik.
5. Interpretasi indeks urin perlu hati-hati. Spesimen darah dan urin
harus dikumpulkan sebelum pemberian cairan, manitol atau diuretik. Urin
harus tidak mengandung glukosa, zat kontras, atau mioglobin. Indeks urin
yang memberi kesan gagal prerenal (%FeNa kurang dari 1, natrium urin
kurang dari 20 mEq/L) bisa juga dijumpai pada glomerulonefritis dini,
vaskulitis, dan oklusi pembuluh darah, gagal postrenal dini, nefropati
zat kontras dan rhabdomiolisis. Juga peninggian palsu dari FeNa bisa
dijumpai pada pasien dengan gagal prerenal dan dengan peningkatan
ekskresi asam keto dan glukosa.
BUN dan kreatinin serum
1. Pada gagal prerenal ada peninggian mencolok dari BUN, dan rasio
BUN/Cr lebih dari 20. Ini mencerminkan peningkatan reabsorpsi urea di
tubulus proksimal. GGA ditandai oleh peningkatan kreatinin setiap hari
(0,5-1,5 mg/dL/hari) dan BUN (10-20 mg/dL/hari).
2. Peninggian BUN bisa juga diakibatkan dari terapi steroid, nutrisi
parenteral, perdarahan gastrointestinal, dan status katabolisme.
Peninggian palsu bisa dijumpai setelah penggunaan obat yang mengganggu
sekresi kreatinin oleh tubulus (trimetoprim, simetidin), atau obat-obat
yang menyediakan substrat khromogenik (sefalosporin), yang mengganggu
reaksi Jaffé untuk pengukuran kreatinin serum.
Natrium serum
1. Hiponatremia adalah temuan lazim dan biasanya bersifat pengenceran
(dilutional), yang terjadi karena retensi cairan dan pemberian cairan
hipotonik.
2. Sebab-sebab yang agak jarang dari hiponatremia mencakup deplesi
natrium (dehidrasi hiponatremik) dan hiperglikemia (konsentrasi natrium
serum berkurang sebesar 1,6 mEq/L untuk setiap 100 mg/dL peningkatan
glukosa serum di atas 100 mg/dL). Adakalanya, hipernatremia terjadi
sebagai komplikasi GGA, dan biasanya akibat pemberian natrium berlebihan
(terapi cairan yang tidak benar atau terlalu agresif memberikan natrium
bikarbonat).
Kalium serum
1. Hiperkalemia merupakan komplikasi penting karena penurunan
filtrasi glomerulus , penurunan sekresi tubulus, asidosis metabolik
(setiap 0,1 unit penurunan pH arteri meninggikan kalium serum sebesar
0,3 mEq/L), dan disertai status katabolisme.
2. Hiperkalemia paling mencolok pada pasien dengan produksi kalium
endogen berlebihan, misal pada rhabdomiolisis, hemolisis, dan tumor
lysis syndrome.
3. Hiperkalemia merupakan kedaruratan yang mengancam jiwa dan harus
diatasi segera dan dengan agresif, karena efek depolarisasinya terhadap
lintasan konduksi jantung.
4. Gejala-gejala dapat mencakup malaise, mual dan kelemahan otot.
Fosfat dan kalsium serum
1. Hiperfosfatemia dan hipokalsemia sering sebagai penyulit GGA
oligurik. Kelebihan fosfat disebabkan berkurangnya ekskresi ginjal dan
bisa mengakibatkan hipokalsemia dan penimbunan kalsium fosfat di
berbagai jaringan.
2. Hipokalsemia diakibatkan oleh gangguan penyerapan kalsium di
gastrointestinal karena produksi vitamin D yang aktif tidak memadai oleh
ginjal, resistensi rangka terhadap aksi hormon paratiroid, dan
hipoalbuminemia.
3. Kadar ion kalsium penting diukur karena merupakan bentuk kalsium
serum yang tidak berikatan, dan menentukan aktivitas fisiologis. Kalsium
ion bisa ditaksir dengan menganggap 1 mg/dL kalsium berikatan dengan 1
g/dL albumin; jadi, kalsium ion adalah selisih antara kalsium total dan
kadar albumin serum.
4. Asidosis meningkatkan fraksi kalsium total dalam bentuk ion; jadi
terapi bikarbonat yang terlalu agresif bisa mengurangi kadar kalsium
ion.
5. Hipokalsemia berat mengakibatkan tetani, kejang dan aritmia jantung.
Imbang asam-basa
1. Gangguan ekskresi asam non-volatil dan penurunan reabsorpsi
tubulus dan berkurangnya produksi bikarbonat ginjal mengakibatkan
asidosis metabolik dengan senjang anion (anion gap) tinggi.
2. Asidosis berat bisa terjadi pada anak yang hiperkatabolik (syok,
sepsis) atau mereka dengan kompensasi respiratorik tidak adekuat.
3. 2 digit terakhir dari pH arteri membantu prediksi kompensasi
pernapasan. Angka-angka ini meramalkan pCO2 (misal, pasien dengan pH
arteri 7,25 memiliki kompensasi respiratorik yang adekuat jika pCO2
arteri adalah 25 ± 3 mmHg).
Hitung darah lengkap
1. Anemia adalah hasil dari pengenceran atau berkurangnya
eritropoiesis. Anemia hemolitik mikroangiopatik dengan skistosit dan
trombositopenia adalah petunjuk untuk sindroma hemolitik-uremik.
2. Oliguria yang sekunder terhadap lupus eritematosus sistemik bisa memperlihatkan neutropenia dan trombositopenia.
3. Eosinofilia adalah selalu disebabkan nefritis intersitial alergika.
4. GGA yang memanjang bisa mengakibatkan gangguan trombosit.
Tes-tes lain yang bisa dikerjakan di unit dengan fasilitas lengkap, antara lain:
Radiologi:
1. Ultrasonografi
2. Voiding cystourethrogram diindikasikan pada kecurigaan obstruksi bladder outlet.
3. Skan radionuklida mungkin berguna dalam penilaian rejeksi transplan dan obstruksi.
4. X-foto toraks diindikasikan jika dicurigai ada edema paru.
5. Echocardiogram berguna jika ada gagal jantung bendungan.
TATALAKSANA OLIGURIA
Perawatan medis:
Pencegahan
1. Pada situasi klinik di mana diantisipasi hipoperfusi atau
keracunan ginjal, terapi dengan manitol (12,5 gr bolus), diuretik
(furosemid 100-300 mg) dan dopamin dosis rendah (2-5 µg/kg/menit) telah
digunakan untuk mencegah atau memulihkan cedera ginjal. Walaupun
cara-cara ini tidak mengubah perjalanan GGA, mereka bisa mengubah status
oliguria menjadi non-oliguria, yang lebih mudah dikelola karena GGA
non-oligurik tidak membutuhkan pembatasan cairan dan memungkinan dukung
nutrisi maksimal. Namun, peran dopamin dewasa ini banyak diperdebatkan,
bahkan suatu uji klinik acak terbaru telah memberi kesan bahwa pemakaian
dopamin tidak bermanfaat.
2. Pemberian cairan agresif telah berhasil digunakan untuk mencegah
GGA setelah pembedahan jantung, transplantasi ginjal kadaver,
hemoglobinuria, mioglobinuria, hiperurikosuria, infus zat radiokontras
dan terapi dengan amfoterisin B atau cisplatin
3. Percobaan dengan manitol atau furosemid intravena harus diusahakan
pada pasien oliguria yang berlangsung kurang dari 48 dan belum memberi
respons terhadap hidrasi yang adekuat. Manfaat terapi dopamin dosis
renal masih diperdebatkan. Rekomendasi mutakhir adalah pada pasien yang
telah mendapat hidrasi cukup dan resisten terhadap furosemid.
1. Tujuan utama dari manajemen cairan adalah memulihkan dan
mempertahankan volume intravaskular normal. GGA oligurik bisa tampil
dengan hipovolemia, euvolemia atau kelebihan volume, jadi taksiran
status cairan adalah prasyarat untuk memulai terapi.
2. Anak dengan deplesi volume intravaskular membutuhkan resusitasi
cairan cepat dan agresif. Terapi awal membutuhkan NaCl 0,9% atau Ringer
laktat 20 mL/kg dalam 30 menit, yang bisa diulang dua kali jika perlu.
3. Pemberian kalium dikontraindikasikan sebelum aliran urin cukup.
Terapi harus meningkatkan jumlah urin dalam 4-6 jam. Jika oliguria
menetap (dikonfirmasi dengan kateter kandung kemih) pemantauan vena
sentral mungkin diperlukan untuk memandu manajemen selanjutnya.
4. Oliguria dengan kelebihan beban volume membutuhkan pembatasan
cairan dan furosemid intravena. Kegagalan memberi respons terhadap
furosemid memberi kesan nekrosis tubulus akut, bukan hiperfusi ginjal,
dan pembuangan cairan dengan dialisis atau hemofiltrasi mungkin
dibutuhkan jika terbukti ada tanda edema paru.
5. Kalium tidak diberikan dulu sebelum oliguria membaik dan sebelum kadar kalium mulai turun.
6. Catatan asupan dan keluaran, berat badan harian, pemeriksaan fisik
dan natrium serum menuntun terapi yang sedang berjalan. Bila sesuai,
terapi cairan diberikan, berat badan harus turun sebesar 0,5-1,0% per
hari akibat kekurangan kalori, dan konsentrasi natrium harus stabil.
Penurunan berat badan yang lebih cepat menunjukkan penggantian cairan
yang tidak adekuat. Bila berat badan tidak turun, sementara natrium
serum turun ini memberi kesan kelebihan air bebas.
7. Hiperkalemia
a. Kadar kalium serum 5,5-6,5 mEq/L harus ditanggulangi dengan
menghilangkan semua sumber kalium dari diit atau cairan intravena dan
diberikan resin penukar ion seperti sodium polystyrene sulfonate
(Kayexalate). Kayexalate memerlukan beberapa jam kontak dengan mukosa
kolon sebelum efektif dan lebih disukai pemberian per rektum. Komplikasi
terapi ini mencakup hipernatremia dan konstipasi.
b. Tatalaksana darurat dari hiperkalemia diindikasikan bila kalium
serum melebihi 6,5 mEq/L, atau gelombang T runcing. Di samping
Kayexalate, pasien harus diberi natrium bikarbonat yang menyebabkan
perpindahan kalium ke dalam sel. Hati-hati karena bisa menyebabkan
hipokalsemia dan kelebihan natrium.
c. Ambilan kalium oleh sel juga bisa dirangsang dengan infus insulin,
atau beta-agonis (albuterol melalui nebulizer). Khasiat dan kenyamanan
nebulized albuterol telah dilaporkan pada pasien hemodialisis dengan
hiperkalemia, namun sering menyebabkan takikardia dan pengalaman pada
anak masih terbatas.
d. Interval PR yang menjang atau kelainan EKG lain membutuhkan
pemberian kalsium glukonat (dengan pemantauan EKG kontinyu) untuk
melawan efek hiperkalemia terhadap miokard.
e. Dalam praktek, terapi definitif untuk hiperkalemia yang bermakna dan menyertai GGA oligurik sering memerlukan dialisis.
8. Imbang elektrolit dan asam basa lain
a. Tatalaksana primer dari hiponatremia adalah pembatasan air bebas;
namun natrium serum di bawah 120 mEq/L, atau disertai gejala saraf pusat
mungkin membutuhkan infus NaCl 3%.
b. Manajemen hiperfostatemia memerlukan pembatasan diit dan perlu
diberikan pengikat fosfat (kalsium karbonat atau kalsium asetat).
Hipokalsemia biasanya memberi respons terhadap garam kalsium oral yang
digunakan untuk mengendalikan hiperfosfatemia tetapi membutuhkan infus
kalsium glukonat 10% jika berat.
c. Asidosis metabolik ringan diatasi dengan natrium bikarbonat oral
atau natrium sitrat. Asidosis berat (pH < 7,2), apalagi jika ada
hiperkalemia membutuhkan terapi bikarbonat intravena. Harus diketahui
bahwa terapi bikarbonat membutuhkan ventilasi adekuat (untuk
mengekskresikan karbon dioksida yang dihasilkan) agar efektif, dan
bikarbonat bisa mencetuskan hipokalsemia dan hipernatremia. Pasien yang
tidak bisa mentoleransi beban natrium besar (misal, gagal jantung
bendungan) bisa dikelola di ICU dengan trometamin (THAM) intravena,
dengan syarat dukungan ventilasi memadai sebelum dialisis dilaksanakan.
9. Hipertensi
a. Hipertensi ringan biasanya memberi respons terhadap pembatasan garam dan pemberian diuretik.
b. Hipertensi sedang dan asimtomatik paling sering diobati dengan
antagonis kalsium oral atau sublingual, atau dengan hidralazin
intravena.
c. Jika ada ensefalopati, berikan infus kontinyu sodium nitroprusside
dengan memantau kadar tiosianat. Karena terapi nitroprusid memerlukan
perhitungan tetesan yang seksama, alternatif lain yang bisa diberikan
segera adalah diazoksid atau labetalol intravena. Obat oral dimulai
setelah krisis hipertensi diatasi.
10. Obat-obat dan dialisis
a. Obat-obat nefrotoksik harus dihindari, antara lain media kontras, aminoglikosida dan AINS.
b. Pasien pada fase dini harus dianggap memiliki laju filtrasi
glomerulus (GFR) kurang dari 10 mL/menit, tanpa memandang nilai absolut
dari kreatinin serum.
c. Tujuan umum dari dialisis adalah membuang toksin-toksin endogen
dan eksogen, dan mempertahankan imbang cairan, elektrolit dan asam basa
sebelum fungsi ginjal pulih. Indikasi untuk dialisis akut adalah tidak
mutlak, dan keputusan untuk menggunakan cara ini tergantung pada
cepatnya mula timbul, durasi dan keparahan kelainan yang harus
dikoreksi. Indikasi lazim mencakup kelebihan beban cairan yang tidak
responsif terhadap diuretik atau kesukaran pemberian nutrisi, gangguan
imbang asam-basa/elektrolit yang simtomatik (khususnya hiperkalemia)
yang tidak membaik dengan manajemen non-dialitik, hipertensi refrakter,
dan uremia simtomatik (gejala-gejala SSP, perikarditis, pleuritis).
d. Pilihan antara hemodialis dan peritoneal dialisis tergantung pada
kondisi klinik keseluruhan, ketersediaan teknik, etiologi gagal ginjal,
indikasi dan kontraindikasi spesifik.
e. Pada umumnya peritoneal dialisis lebih disukai pada anak-anak.
Kontraindikasi spesifik mencakup defek dinding perut, distensi usus,
perforasi atau adhesi, dan hubungan antara rongga dada dan abdomen.
f. Hemodialisis membutuhkan akses vaskular, heparinisasi, dan volume
darah ekstrakorporal yang besar, dan petugas yang terampil, tetapi
keunggulannya adalah cepat mengkoreksi gangguan imbang cairan,
elektrolit dan asam basa.
g. Suatu kemajuan penting dalam penggunaan membran dialisis sintetis
untuk memulihkan fungsi ginjal. Dalam dekade terakhir, continuous
venovenous hemofiltration, atau continuous arteriovenous hemofiltration,
telah muncul sebagai terapi alterantif untuk anak-anak yang membutuhkan
eliminasi cairan pada kondisi kritis dan tidak stabil. Keunggulan utama
dari teknik ini terletak pada kesanggupannya membuang cairan, sekalipun
pada anak hipotensif di mana hemodialisis mungkin dikontraindikasikan
sementara peritoneal dialisis tidak efisien. Pasien perlu ditemani
(paling sedikit 12 jam sehari) oleh petugas yang terlatih dengan
peralatan khusus.
11. Atrial natriuretic peptide (ANP) telah diperlihatkan memperbaiki
fungsi ginjal pada model hewan GGA iskemik, melalui dilatasi arteriol
eferen. Pada suatu uji klinik terbaru pada orang dewasa, ANP mengurangi
kebutuhan akan dialisis dan meningkatkan kelangsungan hidup. pasien GGA
oligurik.
12. Kini tengah berlangsung uji klinik yang melibatkan faktor
pertumbuhan, seperti faktor pertumbuhan seperti-insulin, penghambat
nitric oxide, antagonis reseptor endotelin pada GGA manusia.
MANAJEMEN CAIRAN
Perawatan bedah:
1. Oliguria yang sekunder terhadap obstruksi membutuhkan penanganan urologi.
2. Obstruksi yang telah diangkat sering disusul oleh diuresis pasca
obstruksi. Akibatnya adalah poliuria, hipokalemia dan hiponatremia yang
harus diatasi dengan penggantian cairan yang agresif.
BACAAAN LANJUT:
1. Prasad Devarajan. Oliguria. eMedicine Journal, September 14 2001, Volume 2, Number 9.
2. Robert H. Demling, Robert F Wilson. Decision Making in Surgical Critical Care. BC Decker 1988. pp 205-209.
3. Christopher J Burton, Charles R V Tomson Can the use of low-dose
dopamine for treatment of acute renal failure be justified? Postgrad Med
J 1999;75:269-274 ( May )
4. Brian H.Cuthbertson. Dopamine in oliguria Should be used for specific
conditions, not as prophylaxis. BMJ 1997;314:690 (8 March)
5. David J Bihari,Editorials Preventing renal failure in the critically ill BMJ 2001;322:1437-1439 ( 16 June )
http://nefrologyners.wordpress.com/2012/01/18/oliguria/
Sumber:
saling tolong menolong memang sangat indah ... saya juga mau berbagi bagi siapa yang membutuhkan donor ginjal golongan darah O + silakan hubungi
ReplyDelete089680772671
Saya pria usia 45 tahun domisili Surabaya berkeluarga dengan 4 anak bersedia mendonorkan satu ginjal, bagi yang membutuhkan dan serius silahkan hubungi saya langsung : 081332027041 terimakasih
ReplyDelete