Saturday, February 20, 2010

Hipertensi Terkontrol, Cegah Kerusakan Ginjal

Hipertensi atau tekanan darah tinggi seringkali muncul tanpa gejala, sehingga disebut sebagai silent killer. Secara global, tingkat prevalensi hipertensi di seluruh dunia masih tinggi. Lebih dari seperempat jumlah populasi dunia saat ini menderita hipertensi. Namun sebaliknya, tingkat kontrol tekanan darah secara umum masih rendah.

Dari data NHANES pada orang dewasa hipertensi di Amerika tahun 1999-2000 mengungkapkan, 70% sadar bahwa mereka menderita hipertensi. Kesadaran tersebut membawa 59% dari mereka untuk melakukan terapi. Tetapi hanya 34% dari mereka yang melakukan terapi memiliki tekanan darah yang terkontrol.

Hipertensi didefinisikan sebagai suatu kondisi dengan tekanan darah ≥140/90 mmHg. Hipertensi hanya dapat diketahui dengan mengukur tekanan darah. Walaupun tekanan darah yang telah terlanjur tinggi tidak dapat kembali normal, masih ada hal yang dapat dilakukan oleh penderita hipertensi, yakni menjaga agar tekanan darah selalu terkontrol. Tekanan darah diharapkan dapat dipertahankan di bawah 140/90 mmHg atau di bawah 130/80 mmHg untuk pasien yang mengalami diabetes dan gagal ginjal.

Klasifikasi Hipertensi :
Normal <120 dan <80
Prehipertensi 120-139 atau 80-89
Hipertensi Stadium 1 140-159 atau 90-99
Hipertensi Stadium 2 ≥160 atau ≥100

(Sumber: The 7th Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure)

Diperlukan suatu terapi jangka panjang bagi penderita hipertensi. Pengobatan hipertensi yang diberikan setiap hari harus didukung dengan kepatuhan minum obat yang tinggi oleh pasien. Tingkat kepatuhan yang tinggi terhadap pengobatan hipertensi akan meningkatkan efektivitas pengobatan serta mencegah episode yang lebih buruk dari penyakit hipertensi. Kepatuhan minum obat dalam jangka panjang bahkan akan menurunkan morbiditas (kesakitan) dan mortalitas (kematian) penderita hipertensi.

Peningkatan tekanan darah yang berkepanjangan akan merusak pembuluh darah yang ada di sebagian besar tubuh. Pada beberapa organ penting seperti jantung, ginjal, otak, dan mata, akan mengalami kerusakan. Kerusakan organ adalah istilah umum yang digunakan atas terjadinya komplikasi akibat hipertensi tak terkontrol. Gagal jantung, infark miokard, gagal ginjal, stroke, dan gangguan penglihatan adalah komplikasi yang umum dari hipertensi.

Hipertensi dan Ginjal

Ginjal sehat akan bekerja membersihkan darah dengan cara mengeluarkan cairan, mineral, dan zat-zat sisa yang berlebihan dalam tubuh. Ginjal juga berfungsi menghasilkan hormon-hormon untuk menjaga kekuatan tulang dan tekanan darah.

Jika ginjal sudah tidak mampu berfungsi, maka zat-zat sisa yang berbahaya bagi kesehatan akan menumpuk dalam tubuh, tekanan darah dapat meningkat, tubuh akan kekurangan sel-sel darah merah, dan tubuh akan kelebihan cairan yang seharusnya dikeluarkan. Bila hal ini terjadi, maka diperlukan terapi tertentu untuk menggantikan kerja ginjal yang sudah gagal, yakni dengan transplantasi atau hemodialisa (cuci darah).

Hipertensi merupakan faktor pemicu utama terjadinya penyakit ginjal akut, penyakit ginjal kronis, hingga gagal ginjal. Sebaliknya, saat fungsi ginjal mengalami gangguan maka tekanan darah pun akan meningkat dan dapat menimbulkan hipertensi. Bahkan, hipertensi merupakan penyebab kejadian gagal ginjal tahap akhir kedua terbanyak setelah diabetes mellitus.

Pada organ ginjal, hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah halus dalam ginjal sehingga mengurangi kemampuan ginjal untuk menyaring darah dengan baik. Hasilnya adalah peningkatkan progresifitas proteinuria (adanya protein dalam urin), baik mikroalbuminuria maupun makroalbuminuria.

Adanya proteinurea dalam urin dapat dijadikan indikator terjadinya gangguan fungsi ginjal, karena berarti ginjal tidak mampu menyaring protein agar tidak keluar ke dalam urin. Sebaliknya, kontrol tekanan darah yang baik akan mengurangi ekskresi proteinuria dan memperlambat penurunan fungsi ginjal.

Kerusakan ginjal dapat diketahui melalui 2 cara, yakni mengukur tekanan darah dan pemeriksaan urin. Jika di dalam urin ditemukan adanya protein albumin, maka itu adalah tanda adanya proses kerusakan awal di ginjal.

Kepatuhan Minum Obat

Penanganan hipertensi pada tahap awal dilakukan dengan modifikasi gaya hidup, meliputi penurunan berat badan; pembatasan asupan garam; diet kolesterol dan lemak jenuh; olahraga; pembatasan konsumsi alkohol dan kopi; relaksasi untuk redakan stres; tidak merokok; menggunakan suplemen potassium, kalsium, dan magnesium.

Selain dengan modifikasi gaya hidup, diberikan juga obat anti hipertensi. Pemilihan jenis obat ditentukan oleh tingginya tekanan darah, adanya risiko kardiovaskular dan kerusakan organ target. Jenis obat yang digunakan dapat dibedakan menjadi beberapa golongan, yaitu diuretik, BB (Beta Blocker), CCB (Calcium Channel Blocker), ACE-I (Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor), dan ARB (Angiotensin Reseptor Blocker). Masing-masing golongan mempunyai karakteristik dan efek samping yang berbeda.

Pada tahap awal pemberian obat antihipertensi dimulai dengan dosis yang rendah. Jika tekanan darah tidak kunjung turun, dosis dapat dinaikkan secara bertahap. Ketika tekanan darah kurang dari 140/90 mmHg selama satu tahun, maka penurunan dosis dan tipe obat antihipertensi dianjurkan.

Diketahui ada beberapa hal yang sering menghambat kepatuhan pasien hipertensi dalam minum obat, yakni tidak merasakan gejala/ keluhan; dosis tidak praktis (beberapa kali minum obat dalam sehari); efek samping obat (misalnya batuk yang sangat mengganggu); harga obat terlalu mahal; dan obat sulit diperoleh (tidak tersedia di semua apotek). Sehingga untuk meningkatkan kepatuhan pasien dianjurkan para dokter merencanakan program pengobatan yang sederhana, jadwal yang sesuai, dan idealnya satu hari hanya satu pil saja.

Kepatuhan minum obat pada pengobatan hipertensi sangat penting karena dengan minum obat antihipertensi secara teratur dapat mengontrol tekanan darah penderita hipertensi. Sehingga dalam jangka panjang resiko kerusakan organ-organ penting tubuh seperti jantung, ginjal, dan otak dapat dikurangi. Oleh karena itu, diperlukan pemilihan obat yang tepat agar dapat meningkatkan kepatuhan dan mengurangi risiko kematian.

Sumber : IKCC

No comments:

Post a Comment